Archive for 2017
Pengertian Footnote Ibid, Op.
Cit., dan Loc. Cit.memang sedikit membingungkan, mungkin karena Footnote
Ibid, Op. Cit., dan Loc. Cit. ini berasal dari bahasa latin. Tidak jarang hal
ini cukup jadi hal yang menyebalkan terutama bagi mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi, tesis, ataupun disertasi. Berikut adalah penjelasan Trigonal Media yang
mengutip pendapat para ahli.
Aturan Penulisan Ibid
Ibid berasal dari kata
ibidem (bahasa Latin) yang artinya "di tempat yang sama dengan di
atasnya". Gadung Ismanto2 menjelaskan:
Istilah ini digunakan untuk
menjelaskan bahwa kutipan yang ditulis pada catatan kaki berasal dari sumber
yang sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya atau di atasnya, tanpa
diselingi oleh sumber kutipan lainnya.
Aturannya adalah sebagai berikut:
Digunakan jika pengutip mengambil
kutipan dari sumber yang sama yang telah ada di bagian sebelumnya tanpa
diselingi catatan kaki dari sumber lain. Dengan kata lain, kutipan tersebut
berada tetap di atasnya dan tidak diselingi kutipan lain.
Ibid tidak dipakai jika ada
catatan kaki dari sumber lain yang menyelinginya.
Jika catatan yang dikutip halaman
bukunya masih sama seperti kutipan sebelumnya, cukup gunakan kata Ibid diikuti
tanda titik. Dengan kata lain, jika terdapat dua kutipan dari halaman buku yang
sama, maka catatan kaki untuk kutipan kedua hanya menggunakan kata Ibid.
Jika yang dikutip sudah berbeda
halaman, maka aturan penulisannya: Ibid., halaman.
Ibid ditulis dengan huruf kapital
pada awal kata, dicetak miring, dan diakhiri tanda titik.
Perhatikan contoh berikut:
1Raihan Batubara, Pemimpin yang
Demokratis, (Jakarta: Diona, 2005), 55.
2Ibid.
3Ibid., 56.
Dari contoh di atas dapat kita
simpulkan:
Menggunakan Ibid karena merujuk
kepada catatan kaki di atasnya tanpa diselingi catatan kaki lainnya.
2Ibid. berarti nama pengarang,
judul buku, dan halaman sama persis dengan catatan kaki yang di atasnya.
3Ibid., 56. berarti nama
pengarang dan judul buku sama persis dengan catatan kaki yang di atasnya, hanya
berbeda halamannya saja. Halaman sebelumnya 55 dan yang dikutip terakhir
halaman 56.
Aturan Penulisan Op. Cit.
Op. Cit. berasal dari kata
Opere Citato (bahasa Latin) yang artinya "pada karya yang telah
dikutip". Gadung Ismanto2 menjelaskan:
Istilah ini digunakan untuk
menjelaskan bahwa kutipan yang ditulis pada catatan kaki berasal dari sumber
yang sama yang telah disebut sebelumnya, namun tidak sama halamannya serta
sempat diselingi oleh sumber lain. Istilah Op. Cit. ditulis sesudah menyebutkan
nama penulis buku sumber yang dirujuk.
Aturannya adalah sebagai berikut:
Digunakan jika menunjuk sumber
yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi telah diselingi sumber lain.
Halaman buku yang dikutip
berbeda.
Penulisannya: nama pengarang, Op.
Cit., nomor halaman
Jika satu pengarang ada beberapa
buku rujukan yang dipakai, setelah nama harus diikuti judul bukunya.
Ditulis dengan huruf kapital pada
awal suku kata, dicetak miring, dan setiap suku kata diakhiri tanda titik.
Perhatikan contoh berikut:
1Raihan Batubara, Pemimpin yang
Demokratis, (Jakarta: Diona, 2005), 55.
2Bahar Nasution, Jiwa Nasionalis
Sejati, (Yogyakarta: Viro Bolio, 2004), 34.
3Batubara, Op. Cit., 57.
Dari contoh di atas dapat kita
simpulkan:
Menggunakan Op. Cit. karena
sebelumnya telah diselingi oleh catatan kaki lain, yaitu: 2Bahar Nasution,
Jiwa Nasionalis Sejati, (Yogyakarta: Viro Bolio, 2004), 34.
Penggunaan 3Batubara, Op.
Cit., 57. berarti pengarang (Raihan Batubara) dan bukunya (Pemimpin yang
Demokratis) sama, hanya saja halamannya berbeda dengan catatan kaki yang
pertama. Halaman sebelumnya 55 dan yang dikutip terakhir halaman 57.
Aturan Penulisan Loc. Cit.
Loc. Cit. berasal dari kata
Loco Citato (bahasa Latin) yang artinya "pada tempat yang telah
dikutip". Gadung Ismanto2 menjelaskan:
Digunakan dengan teknis yang sama
dengan Op. Cit. namun dengan ketentuan bahwa halaman yang dikutip tersebut sama
dengan kutipan sebelumnya.
Aturannya adalah sebagai berikut:
Digunakan jika menunjuk sumber
yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi telah diselingi sumber lain.
Halaman buku yang dikutip sama.
Loc. Cit. tidak perlu memakai
nomor halaman karena nomor halamannya sama dengan kutipan sebelumnya.
Penulisannya: nama pengarang,
Loc. Cit.
Jika satu pengarang ada beberapa
buku rujukan yang dipakai, setelah nama harus diikuti judul bukunya.
Ditulis dengan huruf kapital pada
awal suku kata, dicetak miring, dan setiap suku kata diakhiri tanda titik.
Perhatikan contoh berikut:
1Raihan Batubara, Pemimpin yang
Demokratis, (Jakarta: Diona, 2005), 55.
2Bahar Nasution, Jiwa Nasionalis
Sejati, (Yogyakarta: Viro Bolio, 2004), 34
3Batubara, Loc. Cit.
Dari contoh di atas dapat kita
simpulkan:
Menggunakan Loc. Cit. karena
sebelumnya telah diselingi oleh catatan kaki lain, yaitu: 2Bahar Nasution, Jiwa
Nasionalis Sejati, (Yogyakarta: Viro Bolio, 2004), 34.
Penggunaan 3Batubara, Loc. Cit.
berarti pengarang (Raihan Batubara), buku (Pemimpin yang Demokratis), dan
halamannya (halaman 55) sama.
Perlu diingat, bahwa ternyata
terdapat perbedaan pendapat mengenai aturan catatan kaki ini. Jadi, akan lebih
baik jika sebelumnya Anda mencari informasi terlebih dahulu, mengenai aturan
baku penulisan footnote di institusi tempat Anda bernaung.
BAB
II PEMBAHASAN
1.
SANAD HADITS
Yang dimaksud dengan sanad hadis, atau disebut juga isnad hadis,
ialah penjelasan tentang jalan (rangkaian periwayat) yang menyampaikan kita
kepada materi hadis.[1]
Sanad dari segi bahasa “martafa’a minal ardh”, yaitu bagian bumi
yang menonjol, sesuatu yang berada dihadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit
ketika anda memandangnya dan diartikan juga sebagai sandaran. Bentuk jamaknya
adalah “asnaad”. Segala sesuatu yang yang anda sandarkan kepada yang lain
disebut “musnad” dikatakan “asnad filjaba”, maknanya ‘seseoramg yang mendaki
gunung’. Falansanad, maknanya ‘seseorang menjadi tumpuan’.[2]
Adapun tentang pengertian sanad menurut terminologi, para ahli hadits
memberikan definisi yang beragam, diantaranya: “athoriiqoh almushilatu
ilalmatni” artinya jalan yang menyampaikan kepada matan hadis.
Yakni rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari sumber
primernya. Jalur ini adakalanya disebut sanad, adakalanya karena periwayat
bersandar kepadanyadalam menisbatkan matan kepada sumbernya, dan adakalanya
karena hafidz bertumpu kepada ‘yang menyebutkan sanad’ dalam mengetahui shahih
atau dhaif suatu hadis.[3] Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur
atau perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai orang
yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis) hingga Rasululloh.
Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.[4]
Sebuah hadis dapat memilik beberapa sanad dengan jumlah penutur atau perawi
bervariasi dalam lapisan sanad-nya, lapisan dalam sanad disebut thaqabah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menetukan
derajat hadis tersebut
A.
Isnad, Musnad, dan Musnid
Selain sanad terdapat juga istilah lainnya yang mempunyai kaitanya
erat dengan istilah sanad, seperti, al-isnad, al-musnad, dan al-musnid. Istilah
al-isnad berarti menyandarkan, menegaskan/ mengembalikan ke asal.
Istilah almusnad mempunyai beberapa arti pertama hadis yang
diriwayatkan dan disandarkan kepada seseorang yang membawakannya. Kedua berarti
nama suatu kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan system penyusunan
berdasarkan nama-nama para sahabat rawi hadis seperti kitab Musnad Ahmad.
Ketiga berarti nama bagi hadis yang memenuhi kriteria marfu’ (disandarkan
kepada nabi SAW). Orang yang menerangkan hadis dengan menyebut sanad-nya
dinamakan musnid.
B.
Tinggi-Rendahnya Rangkaian Sanad
Sebagai mana yang diketahuai bahwa suatu hadis sampai kepada kita,
tertulis dalam kitab hadis melalui sanad-sanad. Rangkaian sanad itu berdasarkan
perbedaan tingkat dan keadilan rawi yang dijadikan sanad-nya, ada yang
berderajat tinggi, sedang, dan lemah. Para muhaditsin membagi tingkatan
sanad-nya menjadi tiga yaitu:
a.
Ashahhu Al-Asanid (Sanad-sanad yang lebih shahih)
Penilaian ashahhu al-asanid ini hendaklah secara muqayyad. Artinya
dikhususkan kepada sahabat tertentu atau dikhususkan kepada penduduk daerah
tertentu, contoh: ashahhu al-asanid yang muqayyad adalah:
Sahabat tertentu yaitu:
1)
Ibnu Umar r.a. yaitu yang diriwayatkan oleh malik dari Nafi’ dari
Ibnu ‘Umar r.a.
2)
Abu Huraurah r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri
dari Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a.
Penduduk kota tertentu yaitu:
1)
Kota Mekah yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Uyainah dari Amru bin
Dinar dari Jabir bin Abdullah r.a.
2)
Kota Madinah yaitu diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari
Abidah bin Abi Sofyan dari Abu Hurairah r.a.
b.
Ahsanu Al-Asanid
1)
Hadis yang bersanad lebih rendah tingkatanya daripada yang bersanad
ashahhu al-asanid. Ahsanu al-asanid antara lain bila hadis tersebut bersanad
2)
Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya
(Mu’awiyah bin Haidah)
3)
Amru bin Syu’aib dari ayahnya (syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya
(Muhammad bin Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash)
c.
Adh’afu Al-Asanid
Adalah rangkain sanad yang paling rendah derajatnya. Rangkaian
sanad yang Adh’afu Al-Asanid atau auha al-asanid yaitu:
Yang muqayyad kepada sahabat:
1)
Abu Thalib (Ahli al-Bait) r.a. yaitu hadis yang diriwayatkan oleh
‘Amru bin Syamir Al-Ju’fi dari Jabir bin Yazid dari Harits Al-A’war dari ‘Ali
bin Abi Thalib r.a.
2)
Abu Hurairah r.a. yaiitu hadis yang diriwayatkan oleh As-Syariyyu
bin Isma’il dari Dawud bin Yazid dari ayahnya (yazid) dari Abu Hurairah r.a.
Yang muqqayad kepada penduduk:
1)
Kota Yaman yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Hafsh bin ‘Umar dari
Al Hakam bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas r.a.
2)
Kota Mesir yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj Ibnu Rusydi dari ayahnya
dari kakeknya dari Qurrah bin Abdurrahman dari setiap orang yang memberikan
hadis kepadanya.
C.
Jenis-Jenis Sanad Hadis
1.
Sanad ‘Aliy
Sanad ‘aliy adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya sedikit jika
dibandingkan dengan sanad yang lain. Sanad ‘aliy dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak adalah sanad yang jumlah rawinya
hingga smpai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad
yang lain.
Sanad ‘aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah
rawinya di dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli
hadis.
2.
Sanad Nazil
Sanad nazil adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak
jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadis dengan snad yang lebih banyak
akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.[5]
Dengan demikian sanad hadis mempunyai kedudukan yang sangat
penting. Sebab utamanya sanad hadis mempunyai kedudukan sangat penting dapat
dilihat dari dua sisi yakni:
i.
Dilihat dari sisi kedudukan hadis dalam kesumberan agama islam
ii.
Dan dilihat dari sisi sejarah hadis.
Dilihat dari sisi yang disebutkan pertama sanad hadis sangat
penting karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Sedang dilihat
dari sisi kedua yang disebutkan sanad hadis sangat penting karena dalam sejarah
(a) pada zaman nabi tidak seluruh hadis tertulis dan (b) sesudah zaman nabi
telah berkembang pemalsuan-pemalsuan hadis.
2.
KEDUDUKAN
SANAD HADIS
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting karena hadis yang
diperoleh/ diriwayatkanakan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Para ahli
hadis sangat berhati-hati dalam menerima suatu hadis, kecuali apabila mengenal
dari siapa perawi hadis tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar dapat
dipercaya. Meminta seorang saksi kepada perawi bukanlah merupakan keharusan dan
hanya merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam menerima hadis. Adapun
meminta seseorang saksi atau menyuruh perawi untuk bersumpah untuk membenarkan
riwayatnya,tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum tentang diterima
atau tidaknya periwayatan hadis.
Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi
secara hati-hati dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya
oleh orang lain. Ali bin Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum yang
meriwayatkannya disumpah.
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting karena hadis yang
diperoleh atau diriwayatkan akan mengikuti yang meriwayatkannya. Dengan sanad
suatu periwayatan hadis, dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak
dan mana hadis yang shahih atau tidak untuk diamalkan. Ibn Hazm mengatakan
bahwa nukilan orang kepercayaandari orang yang dipercaya hingga sampai kepada
Nabi SAW. Dengan adanya sanad para imam ahli hadis dapat membedakan hadis yang
shahih dan hadis yang dhaif dengan cara melihat para perawi hadis tersebut.
ASBAB WURUD AL-HADIS
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ خَيْثَمَةَ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ
ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّارَ فَتَعَوَّذَ
مِنْهَا وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ ثُمَّ ذَكَرَ النَّارَ فَتَعَوَّذَ مِنْهَا
وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ قَالَ شُعْبَةُ أَمَّا مَرَّتَيْنِ فَلَا أَشُكُّ ثُمَّ
قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ
طَيِّبَةٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dia berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Amru dari Khaitsamah dari 'Adi
bin Hatim dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan
tentang neraka, lalu beliau meminta berlindungan darinya sambil mengusap
wajahnya, kemudian beliau menyebutkan tentang neraka lagi lalu meminta
berlindungan darinya sambil mengusap wajahnya." -Syu'bah berkata; saya
tidak ragu beliau melakukannya hingga dua kali- kemudian beliau bersabda:
"Takutlah kalian kepada neraka walau dengan secuil kurma, jika tidak
mendapatkan, hendaknya dengan perkataan yang baik." (H.R Bukhari)
Skema Sanad Hadis Lengkap Tentang Mendahulukan Tangan
3.
KESAHIHAN SANAD HADIS
Ulama telah menciptakan berbagai kaidah dan ilmu (pengetahuan)
hadis. Diantara kaidah yang telah diciptakan oleh ulama adalah kesahihan sanad
hadis, yakni segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad
hadis yang berkualitas sahih.[6] Dengan
demikian, suatu sanad hadis yang tidak memenuhi kelima unsur adalah hadis yang
kualitas sanad-nya tidah shahih berikut pembahasan keempat macam unsur
dimaksud.
1.
Sanad Bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat
dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya;
keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu.[7]
Jadi, seluruh rangkaian periwayat dalam sanad, mulai dari periwayat yang
disandari oleh al-mukharrij (penghimpun riwayat hadis dalam karya
tulisnya) sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang
bersangkutan dari Nabi, bersambung dalam periwayatan.
Untuk mengetahui bersambung (dalam arti musnad) atau tidak
bersambungnya suatu sanad, biasanya ulama hadis menempuh tata-kerja penelitian
berikut:
Mencatat semua nama periwayat dalam sanadyang diteliti;
Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat
Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan
periwayat yang terdekat dalam sanad.
Jadi, suatu sanad hadis barulah dapat dinyatakan bersambung
apabila:
Seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar siqat[8]
(adil dan dabit)
Antara masing-masing periwayat dengan periwayat yang terdekat
sebelumnya dalam sanad itu benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis
secara sah.
2.
Periwayat Bersifat Adil
Kata adil (al-‘adl) memiliki lebih dari satu arti, baik dari segi
bahasa maupun istilah.[9]
Berbagai ulama telah membahas siapa orang yang dinyatakan bersifat adil. Dalam
hal ini bayak ulama berbeda pendapat. Secara umum, ulama telah mengemukakan
cara penetapan keadilan periwayatan hadis yakni berdasarkan:
Popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadis; periwayat
yang terkenal keutamaan pribadinya, misalnya malikibn anas tidak lagi diragukan
keadilannya.
Penilaian dari kritikus
periwayat hadis; penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan dan kekurangan
yang ada pada periwayat hadis.
Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil, cara ini ditempuh bila para
kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat
tertentu.[10]
Jadi, penetapan keadilan periwayat diperlukan kesaksian dari ulama
dalam hal ini ulama ahli kritik periwayat.
3.
Periwayat Bersifat Dabit
Menurut Ibn Hajar al-‘asqalaniy dan al-Sakhawiy, yang dinyatakan
sebagai orang dabit ialah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia
menghendakinya.[11]
Sebagian ulama menyatakan orang yang dabit ialah orang yang mendengarkan
riwayat sebagaimana seharusnya; dia memahaminya dengan pemahaman yang mendetail
kemudian dia hafal secara sempurna dan dia memiliki kemampuan itu sedikitnya
mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai dia menyampaikan riwayat tersebut
kepada orang lain.[12]
Karena bentuk kedabitan para periwayat yang dinyatakan bersifat
dabit tidak sama, maka seharusnya istilah yang digunakan untuk menyifati mereka
dibedakan juga. Perbedaan itu dapat berupa sebagai berikut:
a.
Istilah dabit diperuntukan bagi periwayat yang [1] hafal dengan
sempurna hadis yang diterimanya; [2] mampu menyampaikan dengan baik hadis yang
dihafalnya itu kepada orang lain.
b.
Istilah tamm al-dabt yang bila diindonesiakan dapat dipakai istilah
dabit plus, diperuntukan bagi periwayat yang [1] hafal dengan sempurna hadis
yang diterimanya; [2] mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu
kepada orang lain; [3] paham dengan baik hadis yang dihafalnya.
4.
Terhindar dari Syuzuz ( ke-syaz-an)
Menurut al-syafi’iy suatu hadis yang dinyatakan mengandung syuzuz bila
hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat tersebut bertentangan
dengan hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat[13]
yang bersifat siqat. Hadis baru berkemungkinan mengandung suzuz bila hadis itu
memiliki lebih dari satu sanad dan hadis itu ada yang mengandung pertentangan.
Menurut imam al-hakim al-naysaburiy hadis syaz[14]
ialah hadis yang diriwayatkan oleng seorang periwayat yang siqat tetapi tidak
ada periwayat siqat yang lainnyayang meriwayatkannya.[15]
Barulah dinyatakan syuzuz bila hadis itu diriwayatkan oleh seorang periwayat
saja dan periwayat yang sendiri itu bersifat siqat.
Menurut Abu Ya’la al-khaliliy, hadis
syaz adalah hadis yang sanad-nya hanya satu macam, baik periwayatannya bersifat
bersifat siqat maupun tidak bersifat siqat. Apabila tidak siqat maka hadis itu
ditolak sebagai hujjah, sedang bila periwayatan siqat maka hadis itu dibiarkan
(mutawaqqaf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah.[16]
Ibn al-salah dan al-Nawawiy telah
memilih pengertian hadis syaz yang diberikan oleh al-syafi’iy. Karena
penerapannya tidak sulit. Apabila mengikuti pendapat al=hakim dan al-khaliliy
maka banyak hadis yang mayoritas ulama dianggap shahih menjadi tidak sahih.[17]
Ulama hadis zaman berikutnya
terlihat sejalan dengan pendapat al-syafi’iy. Hal ini logis karena ulama hadis
pada umumnya mengakui syuzuz dan ’illah hadis sangat sulit diteliti. Hanya
mereka yang benar-benar mendalam pengetahuan ilmu hadisnya dan telah terbiasa
meneliti kualitas hadisyang mampu menemukan syuzuz dan ’illah hadis. Sebab
utama kesulitan syuzuz dan’illah hadis ialah keduanya terdapat dalam sanad yang
tampak sahih. Para periwayat hadis itu bersifat siqat dan sanad-sanad-nya
tampak bersambung.
BAB III PENUTUP
Cara Nabi menyampaikan hadis cukup
beragam. Pada zaman nabi tidak semua hadis Nabi dicatat oleh sahabat Nabi.
Periwayatan hadis berlangsung secara lisan. Cara periwayatan yang dilakukan
oleh para sahabat Nabi dan para periwayat yang tidak berstatus sebagai sahabat
Nabi cukup beragam. Dari berbagai cara ulama meneliti periwayatan hadis, ada
yang dinyatakan sah oleh ulama hadis dan ada yang tidak dinyatakan tidak sah.
Dalam periwayatan hadis sanad hadis memiliki kedudukan yang sangat penting.
Karena hadis yang dapat dinyatakan hujah (hujjah) hanyalah hadis yang sanadnya
sahih.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Munzier
Suparta M.A.2010. Ilmu Hadis.Bandung:PT RAJAGRAFINDO PERSADA
ash-Shiddieqy, P. T. (2009). Sejarah
& Pengantar ILMU HADITS. Semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Dr. Sumbulah, M.
(2008). Kritik Hadis. Malang: UIN Malang.
Drs.M.
Solahudin.M.Ag, A. S. (2011). Ulumul Hadis. Jakarta: Pustaka Setia.
Ismail, D. S. (2005). KAIDAH KESAHIHAN SANAD
HADIS. Jakarta: PT Bulan Bintang.
[1] Lihat, al-khatib, Usul
al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musttalahuhu(Beirut: Dar al-Fikr, 1975 M), hlm. 32-33.
[2] Muhammad
‘ajaj Al-Kahthib. Ushul Al-Hadits. Terj. H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq.
Jakarta: Gaya Media Pratama. 2003. Hlm. 13.
[6] Menurut pandangan mayoritas
ulama hadis, syarat kesahihan sanad hadis ada lima macam yakni: [1] sanadnya
bersambung [2] periwayatannya adil [3] periwayatannya dabit [4] tidak terdapat
kejanggalan (syuzuz) [5] tidak terdapat cacat (‘illat). Lebih lanjut, lihat ibn
al-salah,op.cit., hlm10; nur al Din’itr, al-Madkhal, op. cit., hlm 15;
al-nawawiy, al-taqrib li al-nawawiy fann usul al-hadis (kairo:abd al-rahman
Muhammad, [tth]) hlm. 2.
[7] Lihat, Muhammad al-Sabbag, al-Hadis
al-Nabawiy([ttp]: Al-Maktab al-Islamiy, 1392 H = 1972 M), hlm. 162; Subhiy al-Saleih,
‘Ulum al-Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1977 M), hlm.
145
[8]
Istilah siqat pada zaman itu lebih banyak diartikan sebagai kemampuan hafalan
yang sempurna daripada diartikan sebagai gabungan dari istilah ‘adl dan ‘dabt
yang dikenal luas pada zaman berikutnya.
[9] Dalam kamus
bahasa Indonesia, kata adil diartikan sebagai tidak berat sebelah (tidak
memihak). Lebih lanjut lihat, w.j.s poerwardarminita, op.cit. hlm. 16. Kata
adil berasal dari bahasa arab al-‘adl, mempunyai banyak arti salah satunya
lurus (al-istiqomah). Orang yang bersifat adil disebut al-‘adil. kata jamaknya:
al-‘udul. Lebih lanjut lihat, ibn manzur, op.cit. juz XII, hlm. 456-463;
al-fayyumiy, op.cit., juz II, hlm. 470-471.
[11] Lihat,
al-‘asqalaniy, nuz-hat al-nazar, op.cit. hlm.13; al-sakhawiy, fat-h al-Mugis,
op.cit. juz I, hlm. 18.
[13] Pernyataan al syafi’iy tersebut antara lain diriwayatkan
oleh al-hakim dan ibn al-salah.lihat al-hakim ,op.cit. hlm. 119;ibn al-salah,
op.cit. hlm 48.
[14] Menurut bahasa
kata syaz dapat berarti yang jarang, yang menyendiri, yang asing, dan yang
menyalahi orang banyak. Lebih lanjut lihat ibn manzur op.cit. juz V. hlm.
28-29. Al-fayyumiy op.cit. juz I. hlm. 363.; luwis ma’luf, op.cit. hlm. 379.
[17] Lihat ibid. (al-nawawiy; ibn al-salah,
p.cit., hlm.69-71); lihat juga al-iraqiy,op.cit., hlm 100-105.
A’udhu billah mina ’sh-shaytani ‘r-rajim.
Bismillahi ‘r-Rahmani ‘r-Rahim Nawaytu ‘l-arba’in, nawaytu’l-’itikaaf,
nawaytu’l-kalwah, nawaytu’l-riyaada, nawaytu’s-suluk, nawaytu’l-’uzlah, nawytu as-siyam
lillahi ta’ala fi hadza’l-masjid.
Athi’ullah wa ati ‘ur-Rasula wa uli’l-amri
minkum.
Ta’ati Allah, ta’ati Rasul (saw) dan mereka
yang diberikan wewenang atas diri kalian.
Taatlah kepada Allah, karena ketatan adalah
penghambaan, ubudiah yang paling tinggi dari seorang hamba kepada Tuhannya.
Mentaati Allah adalah dengan cara mengikuti segala perintahNya dan tidak
mengerjakan segala laranganNya.
Artinya adalah ikuti perintahNya dan taati
segala hukumNya. Hari ini begitu banyak masalah diberbagai negara Islam. Mereka
meminta Undang-Undang yang baru, dan mengganti konstitusi yang lama. Dan Allah
swt mengatakan, “Wahai manusia, konstitusiKu untuk kalian adalah apa yang telah
Kuturunkan dari surgaKu, dan itu adalah Al-Quran yang Suci”.
Ketika kalian memuji dan bersalawat kepada
Nabi (saw) setiap hari , maka kalian akan memiliki banyak rahasia untuk
meningkatkan Rezeki kalian. Mereka bertanyaberapa banyak salawaat yang harus
kami lakukan. Anda tidak perlu menanyakan pertanyaan ini selama lidah kalian
dibasahi oleh salawat, maka ketika kalianmemuji Nabi (saw), maka
rahasia-rahasia ini akan keluar semakin banyak dan semakin terang.
Ketika kalian membaca salawat pada Nabi
(saw) maka kalian harus membersihkan diri. Jika kalian ingin salawat itu
menjadi tingkatan salawat yang tertinggi, maka berwudhulah terlebih dahulu dan
kemudian baru membaca salawat. Ketika Wudhu kalian batal maka segera mengambil
wudhu kembali. Itulah sebabnya Para Syaikh dari berbagai tariqa dan Mawlana
Syaikh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani qs mengatakan bahwa dalam fikih, menurut
hadits Nabi (saw), Setiap Mu’min harus menjaga wudhunya selama 24 jam.
Bagaimana kita dapat menjaga wudhu selama 24 jam? Yaitu jaga wudhu kita selama
kita terjaga dan sebelum kalian tidur buatlah wudhu yang baru dan kemudian
tidur. Maka hal itu akan dianggap sebagai menjaga wudhu selama 24 jam. Dan
kalian harus berusaha untuk senantiasa menjaga wudhu dan dalam keadaaan suci.
Meskipun demikian jika kalian tidak
memiliki wudhu kemudian kalian ingin bersalawat, kalian tetap dapat membaca
salawat, tidak ada masalah. Bahkan bagi wanita selama periode haid mereka,
mereka tetap dapat membaca salawat didalam hati, mereka bahkan tetap dapat
membaca surat Al-Qur’an didalam hati, bagi mereka yang telah hapal.
Ajari anak-anak kalian untuk melakukan
salawat pada Nabi (saw) setiap hari. Kalau tidak, maka mereka akan kehilangan
jalan. Salawat akan membersihkan dirimu dan membuat kalian bahagia dalam
kehidupan ini dan tidak akan membuat mereka terjatuh dalam penderitaan. Zaman
ini terlalu banyak energi buruk di sekitar kita dan di sekitar semua orang.
Jadi untuk mengubahnya agar menjadi energi positif caranya adalah dengan
bersalawat kepada Nabi (saw). Dan para Sahabat mengatakan hanya dengan menjaga
salawat dan Memuji Nabi Muhammad saw maka akan terbit Kebahagiaan didalam hati.
Pilihlah salah satu salawat yang kalian
sukai. Namun Mawlana Syaikh Nazim Adil Haqqani qs merekomendasikan kepada
mereka yang datang kepadanya untuk membaca Salawat Tunjina : Allaahumma shalli
‘alaa Muhammadin, shalaatan tunjiina bihaa min jamii’il ahwaali wal aafaat,
wataqdhi lanaa bihaa jamii ’al haajat, wa tuthahhirunaa bihaa min
jamii-is-sayyi-at, wa tarfa’una bihaa ‘indaka a’lad darajaat, wa tuballighunaa
bihaa aqshal ghaayat, min jami’il khayrati fil hayaati wa ba’dal mamaat.
Dan kalian juga bisa membaca Hizb Al-Bahr,
Hizb Al-Kabir, Hizb as-Shaghir, dan begitu banyak salawat yang indah dan mereka
yang mengetahui bahasa arab akan melihat betapa indahnya cara mereka menulis
berbagai salawat ini. Itulah mengapa Awliyaullah mengatakan itu bukan milik
mereka, bukan karangan dan tulisan mereka, tetapi mereka melihat Nabi (saw)
datang kepada mereka dan mendiktekan semua salawat ini. Tidak mungkin bagi kami
untuk dapat menulis dengan keagungan yang demikian indah. Jadi salawat ini
adalah tiket kita untuk meninggalkan dunya ini, dan ketika kita meninggal
dunya, maka ini adalah tiket kita untuk memasuki surga, Insya-Allah.
Jika kalian ingin yang terbaik untuk dirimu
dan keluargamu maka perbanyaklah salawat kepada Nabi (saw), dan salawat adalah
solusi untuk semua permasalahan. Orang-orang datang dengan semua masalah
mereka, dan mereka berbicara kepada seseorang menceritakan berbagai masalahnya
bahkan hingga satu jam. Untuk apa? Ucapkan salawat atas Nabi (saw), bahkan bila
hanya selama 10 menit saja maka kalian dapat menyelesaikan seluruh masalahmu.
Mereka tidak lelah menceritakan masalah ini dan itu, dan masalah sebagian besar
manusia sangat mirip satu sama lain.
Dan para Sahabat Nabi (saw) telah
mengatakan kepada kalian dan Nabi (saw) menyebutkan dalam berbagai hadis dan
Allah mengatakan dalam Al Qur’an yang suci, dan semua mengatakan bersalawat
pada Nabi (saw), maka salawat ini akan mengambil dan menyelesaikan semua
masalah kalian. Mengapa kalian membuang-buang waktumu dengan bercerita kesana
kemari?
Perbanyaklah bersalawat dan hubungkan
hatimu dengan Nabi Muhammad (saw). Jika kalian dapat terhubung dengan Rawdah
atau terhubung dengan Ka’bah, maka berdoalah, “Ya Sayyidi, Ya RasulAllah, Ya
Rahmatan lil`alamin, engkau adalah rahmat kasih sayang bagi semesta alam ini “.
Maka doa itu akan membawamu ke hadirat Nabi (saw). Jadi jika kalian ingin
berada di tingkat yang lebih tinggi, maka kalian harus lakukan dengan cara
seperti itu. Mustahidarin li anwar an-Nabi (saw). Hadir di hadapan Nabi (saw).
Dan Grandsyaikh Abdullah Faiz ad-Daghestani
qs berkata, “Aku akan memberikan salawat yang sederhana, cara yang paling
sederhana, sebagaimana Nabi (saw) adalah manusia yang sangat sederhana dan
rendah hati. Dan ada begitu banyak salawat yang kalian dapat membacanya, Hizb
Al-Bahr, Hizb Al-Kabir dan Dalail khairat, tetapi dalam Naqsybandi awrad
salawat itu sangat sederhana yaitu “Allahuma Shalli` ala Muhammadin wa alaa,
aali Muhammadin wa sallim”. Tetapi berusahalah untuk fokus dengan tingkat kehadiran
hati yang lebih tinggi, rasakan seperti jika kalian memandang Nabi (saw)
didepanmu. Jika Anda tidak dapat melihatnya, maka kalian bisa merasakannya.
Jangan melakukan salawat sambil mengerjakan
berbagai kesibukan lainnya, sambil menggunakan ponsel, melihat TV, internet dan
melihat kanan dan kiri. Lakukanlah salawat dengan rasa cinta yang sejati.
Meskipun demikian ketika kalian harus mengemudikan mobil dan kemudian ingatan
kalian untuk menjaga salawat, hal ini diperbolehkan, dan jagalah lidah kalian untuk
sibuk dengan salawat. Jika kalian dapat memfokuskan hatimu bersalawat bahkan
bila hanya selama 5 atau 10 menit salawat, itu lebih baik. Dan itu merupakan
penyebab terbesar untuk mencapai segala kebaikan dan segala sesuatu yang baik.
Wahai Nabi (saw) kami memohon kepadamu agar
dapat datang dan melihatmu. Kami memohon dan datang kepadamu melalui pintu
Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq (ra), melalui pintu Sayyidina Umar (ra) melalui
Sayyidina Utsman (ra), melalui Sayyidina Ali (ra), biarkan kami datang mengunjungimu.
Kami memohon agar dapat bertemu denganmu melalui para guru-guru kami, para
suyukh untuk datang kepadamu. Apakah menurut kalian Nabi saw tidak akan membuka
pintunya? Nabi (SAW) selalu membuka pintunya, tetapi kita belum mampu
melihatnya, belum siap menerima dan menjaga amanahnya.
Seperti yang telah kami katakan dalam
kutbah Jumat yang lalu, ketika seorang murid bertanya kepada Syaikh untuk
mengijinkan dia untuk dapat melihat Anwarullah, Kebesaran Nabi Muhamad (saw),
dan kemudian dia dapat melihatnya. Tetapi karena murid itu tidak bisa menjaga
amanah itu, untuk menyimpan hanya pada dirinya sendiri, dan kemudian dia
menceritakan kepada kepada teman-temannya, sehingga mereka menuduhnya kafir dan
sesat sehingga mereka membunuhnya, ini seperti apa yang terjadi kepada Syaikh
Muhyidin ibn ‘Arabi qs, mereka membunuhnya.
Nabi (saw) dan para Syaikh mengetahui bahwa
kita belum dewasa. Kita belum bisa menjaganya. Maka mereka menjaganya untuk
kita, mereka mengumpulkan salawat itu semakin banyak dan ketika kalian meninggal
dunia, kemudian Nabi Muhammad (saw) akan datang dan memberikan kepadamu.
Perbanyaklah bersalawat kepada Nabi saw,
dan ada begitu banyak jenis salawat yang memungkinkan seseorang untuk dapat
melihat Nabi (saw) baik didunia maupun di kuburan mereka. Ketika Malaikat
Munkar dan Nakir mengajukan pertanyaan kepadamu maka kalian akan dapat melihat
Nabi (saw) tampil untuk membelamu, dan Nabi (saw) akan datang di sana bersama
salawat kalian.
Nabi Muhammad (saw) akan ditampakkan
kepadamu baik di dunia ini ketika kalian masih hidup atau di alam kubur atau di
hari mahsyar. Dan kita memohon kepada beliau (saw), “Ya Sayyidi, Ya Rasulallah,
berikanlah kami agar dapat melihat keindahan wajahmu di dunya ini, bukan hanya
dalam mimpi, tetapi dalam visi spiritual yang nyata. Dan bagimu, tidaklah
terlalu sulit bagimu Yaa Nabi (saw) untuk mengabulkan doa kami ini”.
Jika Rasuluallah (saw) menerima doa kita,
maka kita akan bisa melihat Nabi saw. Itulah sebabnya Nabi (saw) berkata, “man
ziara qabri wajabat lahu syafa`ati”. “Barangsiapa mengunjungi, menziarahi
kuburanku, maka menjadi kewajiban bagiku untuk memberinya syafa’at ku”. Jadi
mereka yang mengunjungi Nabi Muhammad (saw) di Madinatul-Munawwarrah, artinya
mereka telah memasuki surga karena raudah adalah gerbang surga.
Dengan senantiasa bersalawat maka kalian
akan dapat mengendalikan ego buruk kalian. Melalui salawat dan dzikrullah,
kalian dapat membunuh nafsu amarah dan kemudian hati dan ruh kalian menjadi
tenang dan damai, kedamaian masuk kedalam hatimu, inilah yang disebut nafs
al-Mutmainna. Kemudian kedamaian itu mengisi hati kalian dengan perilaku yang
sempurna, nafs al-Kamila, Ada 7 tingkatan dalam jiwa kita, yang akan membuka
untuk Anda semua 7 tingkat bagi ruh mu, untuk mengangkat jiwamu dihadirat
ilahi. Ini adalah semacam lata’if, dimana ada berbagai tingkatan yang berbeda.
Tujuh Tingkatan Lathaif adalah berbeda
dengan tingkat Ilmu Pengetahuan Islam, seperti pengetahuan tentang Qur’an dan
Hadis. Pengetahuan ini akan terbuka untuk kalian dan kalian dapat menaklukkan
empat musuh dirimu dengan bersalawat. Karena kalian memiliki 4 musuh: Nafsu,
Cinta Dunia, Hawwa dan Setan. Nafs adalah ego kalian, Dunya adalah cinta dunia,
Hawwa adalah Keinginan Buruk dan setan. Empat musuhmu. Dan yang dapat
menghilangkan musuh-musuh ini dari dirimu adalah dengan bersalawat kepada Nabi
(saw), karena kalian datang memohon bantuan Nabi saw.
Jika kalian mengalami masalah dengan Rezeki
kalian, maka bersalawatlah. Maka salawat ini akan membuka pintu rezeki kalian.
Dan salawat itu juga akan memberikan rezeki bagi ruh kalian, dan rezeki bagi
ruh adalah pengetahuan ilahiah. Salawat ini akan membuka jalan bagi ma`rifah,
ilmu mengenail Allah. Jika kalian ingin mengetahui marifatullah, maka datanglah
melalui Nabi Muhammad (saw). Rasulullah saw adalah kota ilmu dan Sayyidina ‘Ali
(ra) adalah pintunya. Jadi datanglah ke kota marifah.
Ketika kalian datang mengetuk pintu rumah
seseorang dan seseorang yang berada didalam rumah tidak menyukaimu, karena
kalian datang tanpa hadiah di tanganmu. Mereka mengatakan, lihatlah orang yang
tidak memilki adab, mereka datang, mengambil manfaat tetapi datang tanpa
membawa hadiah. Ketika kalian berkunjung kerumah seseorang, bawalah hadiah,
bisa berupa kurma atau buku, atau Al Qur’an, minyak wangi dll ini hanyalah sebuah
contoh. Jadi Anda tidak dapat datang dan mendekat kepada Nabi (saw) tanpa
hadiah.
Itulah sebabnya Allah mengatakan dalam Al
Qur’an: “Ambil uang mereka sebahgai zakat, sedekah, untuk memurnikan ibadah dan
amal mereka dan membersihkan harta dunya yang kotor, kemudian baru mereka dapat
berdoa, salat dan kemudian mereka dipakaikan dengan pakaian salawat yang kau
berikan sebagai hadiah kepada Nabi Muhammad saw, dan Nabi saw memberi mereka
kedamaian dalam hati mereka. Karena Hadiah untuk Nabi (saw) adalah salawat
Anda.
Wa min Allah at Tawfiq
Navigation