- Home >
- Pemikiran Tokoh >
- KI HAJAR DEWANTARA
Sabtu, 03 Februari 2018
Ki
Hajar Dewantara
1) Biografi
Ki
Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir
di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889. Hari kelahirannya kemudian
diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan
Nasional. Ki Hajar Dewantara terlahir dari keluarga bangsawan maka beliau
berhak memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan. Ia pertama kali
bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/dan melanjutkan
pendidikannya di STOVIA.
Ki
Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau
tulis-menulis, hal ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan di beberapa
surat kabar pada masa itu. Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi
sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung
didalamnya. Pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dari pengasingan dan
langsung bergabung sebagai guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya.
Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah tersebut kemudian digunakannya untuk
membuat sebuah konsep baru mengenai metode pengajaran pada sekolah yang ia
dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922. Sekolah tersebut bernama Nationaal
Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.
2) Tinjauan
Ontologi, Aksiologi, dan Epistimologi
Ontologi
Ki
Hajar Dewantara melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya.
Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya.
Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara
seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan
menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan
bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan
menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai
sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang
memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan
menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
Dari
titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya dengan
makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya
tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia
lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya
dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam masalah kebudayaan berlaku pepatah: “Lain
ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Manusia akan benar-benar
menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya
antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri ditambah dengan budaya
masyarakat yang melingkupinya.
Aksiologi
Tujuan
pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan
pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya,
yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur
dan berkeahlian. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan
sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin
bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan
bangsanya. Karena kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan, maka
sistem pengajaran haruslah berfaedah bagi pembangunan jiwa dan raga bangsa.
Untuk itu, di mata Ki Hajar Dewantara, bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan
dengan kebutuhan hidup rakyat.
Bagi
Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan; kita harus
mengunakan dasar tertib dan damai, tata tentram dan kelangsungan kehidupan
batin, kecintaan pada tanah air menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan
batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang. Memajukan pertumbuhan
budi pekerti- pikiran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan,
agar pendidikan dapat memajukan kesempurnaan hidup. Yakni: kehidupan yang
selaras dengan perkembangan dunia tanpa meninggalkan jiwa kebangsaan.
Epistimologi
Cara
mengajar beliau menerapkan metode “among”. Metode sistem among dapat dikatakan
metode pembelajaran inovatif yang mampu mengembangkan jiwa merdeka siswa.
Metode ini melawan metode klasikal yang kaku, statis, dan dingin dengan
info-info guru semata. Among mempunyai pengertian menjaga, membina, dan mendidik
anak dengan kasih sayang. Lalu gurunya disebut pamong karena momong (mengasuh)
yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong.
Sistem
among memberikan ciri jiwa merdeka. Jadi, mengajar dengan sistem among yang
pertama harus ditumbuhkan adalah mengenalkan, menanamkan, dan mewujudkan jiwa
merdeka. Dengan jiwa merdeka, kreativitas dn imajinasi siswa akan muncul dan
kelak menjadi bekal membangun Indonesia. Oleh karena itu, sistem among
mengharamkan hukuman disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan
menghilangkan jiwa merdeka anak. Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri
handayani”, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap
dilaksanakan dengan kasih sayang.
Anak
didik dibiasakan bergantung pada disiplin kebatinannya sendiri, bukan karena
paksaan dari luar atau perintah orang lain. Seperti prinsip Ki Hadjar Dewantara
bahwa kita tidak perlu segan-segan memasukkan bahan- bahan dan kebudayaan
asing, dari manapun asalnya, tetapi harus diingat bahwa dengan bahan itu kita
dapat menaikkan derajad hidup kita dengan jalan mengembangkan apa yang sudah
menjadi milik kita, memperkaya apa yang belum kita miliki.
3) Kontribusi
dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Bagi
Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam
kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi
pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan
bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya
sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau
pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai
guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar
adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan,
sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar
(menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia
ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati
sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak
Tuhan dan membawa keselamatan.
Guru
yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan
(relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan
juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah,
pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya.
Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki
diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula
membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan;
menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani
masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang
profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai
dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya
peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi
pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.
Di
sinilah relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan:
mencerdaskan kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan dengan pendidikan yang
memerdekakan dan membentuk karakter kemanusian yang cerdas dan beradab. Oleh
karena itu, konsepsi pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat menjadi salah satu
solusi membangun kembali pendidikan dan kebudayaan nasional yang telah
diporak-porandakan oleh kepentingan kekuasan dan neoliberalisme.